Dinas Pendidikan Lampung Tengah diduga atur Rekanan Pengadaan Buku

FAJARSUMATERA – Dugaan praktik pengkondisian dalam pengadaan buku untuk tahun anggaran 2025 mengguncang Dinas Pendidikan Lampung Tengah. Informasi yang diperoleh menyebutkan bahwa Kepala Dinas Pendidikan Lampung Tengah, Dr. Nur Rohman, SE, M.Sos diduga menginstruksikan secara lisan kepada Kepala Bidang Pendidikan Dasar, Akmaludin, serta seorang Kasi bernama Norita untuk mengarahkan pembelian buku hanya dari empat penerbit tertentu.
Empat penerbit yang diduga dikondisikan tersebut adalah Erlangga, Pustaka Mulya, Intan Pariwara, dan Tiga Serangkai. Instruksi ini disampaikan kepada para kepala sekolah SD dan SMP di Lampung Tengah melalui forum K3S (Kelompok Kerja Kepala Sekolah) dan MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) pada November 2024.
Dugaan Praktik Setoran dan Bagi Hasil
Tak hanya pengkondisian rekanan, laporan juga mengungkap adanya permintaan setoran awal kepada keempat penerbit sebesar Rp150 juta per penerbit, sehingga total dana yang terkumpul mencapai Rp600 juta. Selain itu, pada Desember 2024, keempat penerbit dikabarkan mendapat jatah wilayah masing-masing tujuh kecamatan dari total 28 kecamatan di Lampung Tengah untuk distribusi buku.
Nilai transaksi pengadaan buku ini disebut-sebut mencapai Rp8 miliar, dengan setiap penerbit mendapat alokasi belanja Rp2 miliar. Tak hanya itu, terdapat dugaan pembagian hasil dari total nilai belanja buku, di antaranya:
- Dinas Pendidikan Lampung Tengah mendapat 20% dari total transaksi atau sekitar Rp400 juta di luar setoran awal.
- Forum K3S dan MKKS menerima 5% dari total belanja SD dan SMP.
- Sekolah-sekolah mendapatkan 20% dari nilai jual buku.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, seluruh pesanan buku telah dikirim ke sekolah-sekolah pada Januari 2025, menandakan bahwa mekanisme ini telah terlaksana sepenuhnya.
Potensi Pelanggaran Hukum
Praktik ini diduga melanggar sejumlah regulasi, termasuk Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, di mana terdapat indikasi:
1. Penyalahgunaan wewenang oleh pejabat dinas pendidikan yang mengarahkan sekolah untuk membeli dari penerbit tertentu.
2. Kerugian negara akibat praktik yang tidak transparan dalam penggunaan dana BOS.
3. Persaingan usaha tidak sehat, sebagaimana diatur dalam UU No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Dugaan korupsi ini berpotensi dijerat dengan Pasal 3 UU Tipikor, yang menyebutkan bahwa pejabat yang menyalahgunakan kewenangannya dan merugikan keuangan negara dapat dikenakan pidana hingga 20 tahun penjara dan denda maksimal Rp1 miliar.
Tuntutan Transparansi dan Investigasi
Kasus ini menambah daftar panjang dugaan penyalahgunaan dana pendidikan di daerah. Masyarakat serta pemerhati pendidikan mendesak agar aparat penegak hukum segera turun tangan untuk menyelidiki kasus ini secara mendalam dan memastikan adanya transparansi dalam pengadaan barang di lingkungan pendidikan.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Dinas Pendidikan Lampung Tengah belum memberikan tanggapan resmi terkait dugaan ini. Ruang konfirmasi sebagai hak jawab dibuka lebar saat media inj mengkonfirmasi Kepala Dinas Pendidikan Lampung Tengah, Dr. Nur Rohman, SE, M.Sos. Sementara itu, sejumlah pihak mengharapkan adanya klarifikasi dan tindakan tegas guna mencegah terulangnya praktik serupa di masa mendatang.