Sopir Angkot di Bandar Lampung Makin Susah
FAJARSUMATERA – Sejak pandemi COVID-19, kehidupan para sopir Angkutan Kota (Angkot) di Lampung kian sulit. Herman (39) dan Sairin (50), dua sopir angkot yang beroperasi di sekitar Tanjung Karang, Kota Bandar Lampung menyampaikan keluhan mereka atas penurunan drastis jumlah penumpang yang disebabkan oleh kehadiran layanan transportasi dan belanja online, Selasa (12/11/2024).
“Dulu sebelum ada transportasi online, setengah hari saja bisa dapat Rp200.000. Sekarang setelah aplikasi online masuk dapat Rp20.000 aja sudah syukur buat makan,” kata Sairin menggambarkan penurunan pendapatan yang mereka alami.
Herman menambahkan bahwa keberadaan layanan online tidak hanya berdampak pada sopir angkot, tapi juga pada sektor usaha lain seperti pasar dan tukang becak. “Dengan adanya aplikasi, semua orang pilih yang cepat dan murah. Mereka jual pakai voucher, pasar-pasar sepi, tukang becak sepi, semua kena dampak,” ucapnya.
Kondisi ini membuat para sopir angkot tidak memiliki strategi khusus untuk menarik penumpang. “Kami mah jalan aja, kalau ada yang nyetop ya suruh naik. Sekarang mah sepi banget, hari ini aja baru pegang Rp14.000,” tutur Herman dengan nada pasrah.
Selain kesulitan menarik penumpang, sopir angkot juga merasa terbebani oleh setoran harian yang tetap harus dibayar meski pendapatan minim. Sairin mengungkapkan, “rata-rata penghasilan mereka kini hanya sekitar Rp20.000 per hari, jauh dari Rp200-250 ribu sebelum transportasi online hadir.”
“Bukan cuma rugi, tapi benar-benar jatuh. Kami bertahan jadi sopir angkot karena tidak ada pilihan pekerjaan lain. Mau kerja ojek online aja, sama sepi juga,” tambah Herman.
Para sopir angkot berharap pemerintah kota bisa segera mengambil tindakan untuk membantu mereka. Mereka ingin agar layanan online diatur lebih ketat agar tidak terus menekan usaha kecil. “Kepada pemerintah, tolong pikirkan nasib rakyat kecil, tertibkan yang online itu,” pinta Herman dan Sairin.
Seorang penumpang angkot, Tini (44) menyampaikan pandangannya mengenai perubahan ini. Menurutnya, meskipun transportasi online memberikan kemudahan, namun penting bagi pemerintah untuk menjaga keseimbangan. “Transportasi online memang memudahkan, tapi kasihan juga yang usaha seperti angkot. Pemerintah perlu cari solusi agar tidak ada yang terlalu dirugikan,” kata Tini.
Hingga kini, para sopir angkot terus bertahan meski pendapatan menurun drastis, berharap ada perhatian dari pemerintah untuk mengatasi masalah yang mereka hadapi di tengah gempuran era digital. (Liya)