Lampung Bakal Bangun Pertanian Modern dan Kerjasama Global

Provinsi Lampung, dengan kekayaan sumber daya alam dan keunggulan demografinya, kembali menegaskan posisinya sebagai salah satu pusat pertumbuhan strategis di Indonesia. Dalam sebuah pertemuan penting pada 26 April 2025 di Mahan Agung, rumah dinas Gubernur Lampung, inisiatif besar untuk mengubah wajah pertanian Lampung menjadi lebih modern dan berbasis teknologi resmi dimulai.
Pertemuan tersebut menghadirkan Gubernur Lampung Rahmat Mirzani Djausal bersama dua perwakilan penting dari POLY Group, salah satu BUMN terbesar di Tiongkok, yakni Mr. Wang Baoan dan Li Zhonyi dari POLY Tainuo (Shenzhen) Energy and Poly Power Service Co., Ltd. Hadir pula Ketua Apindo Provinsi Lampung Ary Mezari Alfian dan Dr. Firmansyah Y. Alfian dari Yayasan Alfian Husin, memperkuat dimensi kolaborasi antara pemerintah daerah, sektor swasta, dan dunia pendidikan.
POLY Group, yang mengelola lebih dari 2.000 anak perusahaan di berbagai sektor, menunjukkan ketertarikan kuat untuk menjadikan Lampung sebagai proyek percontohan pertanian modern berbasis teknologi canggih atau Smart Farming. Survei awal yang dilakukan di kawasan Tanjungbintang menunjukkan potensi besar: lahan seluas 200–300 hektare dinilai siap untuk memulai uji coba, dengan target pengembangan hingga 10.000 hektare ke depan.
Ketertarikan ini bukan sekadar janji. Mr. Wang menyatakan bahwa pengalaman teknologi pertanian di Provinsi Shandong, Tiongkok—yang mampu menghasilkan tiga kali panen dalam setahun dengan produktivitas tinggi—akan dibawa ke Lampung. Dengan transfer teknologi ini, Lampung berpeluang membuka pasar yang lebih luas ke Tiongkok sekaligus membangun pusat investasi pertanian modern yang bisa menjadi cikal bakal kawasan industri baru di Sumatra bagian selatan.
Gubernur Rahmat Mirzani Djausal menyambut hangat peluang ini. Ia menekankan bahwa Lampung sudah memiliki fondasi kuat sebagai produsen utama sejumlah komoditas pangan nasional, termasuk beras, jagung, ubi kayu, dan udang. Namun ia juga mengakui tantangan yang ada: sekitar 80 persen proses pertanian di Lampung masih dilakukan secara manual dan hanya 60 persen hasil panen yang menjalani proses pengeringan optimal. Modernisasi sektor pertanian, menurutnya, merupakan peluang strategis untuk mendongkrak produktivitas dan efisiensi.
Beberapa upaya awal menunjukkan hasil menggembirakan. Penerapan takaran pupuk yang ideal pada musim tanam terakhir, misalnya, meningkatkan hasil panen hingga 30 persen. Fakta ini menjadi bukti bahwa intervensi teknologi dan input yang tepat dapat membawa perubahan nyata.
Lebih jauh, Gubernur juga mengungkapkan bahwa Lampung memiliki kekuatan demografi yang besar. Dengan populasi ketujuh terbesar di Indonesia dan 68 persen penduduk berusia produktif, Lampung memiliki modal tenaga kerja yang melimpah untuk menopang transformasi sektor pertanian, industri, hingga pariwisata.
Sementara itu, Ketua Apindo Lampung Ary Mezari Alfian menyoroti bahwa kerja sama ini bukan hanya urusan ekonomi, tetapi juga diplomasi. Menjalin hubungan erat dengan Provinsi Shandong yang memiliki karakteristik pertanian serupa, memperluas makna kerja sama menjadi langkah strategis memperkuat hubungan antarwilayah di Asia.
Sebagai langkah lanjutan, telah dirancang pertemuan resmi antara Gubernur Lampung dan Gubernur Shandong beserta delegasi pelaku usaha kedua belah pihak, dengan agenda penandatanganan kerja sama pada 28 Mei 2025.
Momentum ini tak berhenti pada sektor pertanian. Potensi Lampung dalam bidang ekowisata juga mulai dilirik. Setelah pertemuan resmi, delegasi melanjutkan kunjungan ke Taman Hutan Rakyat (Tahura) Wan Abdurachman. Di sana, rencana pengembangan kawasan wisata, termasuk pembangunan teropong bintang dan hotel, mulai dirancang. Bagi Mr. Wang, investasi di Lampung bukan hanya investasi bisnis, melainkan investasi pada masa depan.
Dengan demikian, inisiatif ini mencerminkan visi besar: menjadikan Lampung bukan sekadar lumbung pangan nasional, tetapi juga pusat inovasi, investasi, dan diplomasi regional. Jika terwujud, Lampung tidak hanya memperkuat ketahanan pangan Indonesia, tetapi juga memperkokoh posisinya dalam peta ekonomi Asia. (red/rls)