Kunker Anggota Komisi XII DPR RI ke Pertamina Panjang Seperti di Warung Remang, Pers Dilarang Masuk

FAJARSUMATERA – Sejumlah awak media kecewa setelah tidak diperkenankan meliput kunjungan kerja Anggota Komisi XII DPR RI ke Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Panjang, Pertamina Patra Niaga, pada Selasa (12/3).
Larangan tersebut disampaikan oleh Humas Pertamina TBBM Panjang, Tian, yang menyebut alasan kapasitas ruangan yang terbatas serta tidak adanya undangan bagi media.
Keputusan ini menimbulkan kekecewaan di kalangan jurnalis, mengingat kunjungan kerja anggota DPR RI merupakan agenda pejabat publik yang seharusnya terbuka untuk diliput oleh media. Selain itu, sebagai badan usaha milik negara (BUMN), Pertamina memiliki tanggung jawab untuk memberikan akses informasi kepada publik.
Para jurnalis yang datang untuk meliput diarahkan untuk menunggu di ruang Patra Niaga Pertamina TBBM Panjang, yang berlokasi tidak jauh dari tempat pertemuan berlangsung. Namun, mereka tetap tidak diberikan akses untuk melakukan peliputan langsung.
Kasus blending atau oplosan BBM yang baru-baru ini mencuat tentu menambah panjang daftar permasalahan di tubuh Pertamina. Dugaan praktik ini berpotensi merugikan negara hingga triliunan rupiah dan semakin memperkuat ketidakpercayaan publik terhadap pengelolaan energi nasional.
Di tengah sorotan tajam terhadap kasus tersebut, kebijakan Pertamina TBBM Panjang yang membatasi akses media dalam kunjungan kerja Anggota Komisi XII DPR RI semakin memicu tanda tanya. Mengingat peran media sebagai pilar keempat demokrasi, tindakan membatasi peliputan terhadap agenda pejabat publik seperti ini justru menimbulkan kecurigaan.
Publik berhak mendapatkan informasi yang transparan mengenai tata kelola energi nasional, terutama di saat kepercayaan masyarakat terhadap BUMN migas ini sedang tergerus oleh berbagai kasus, termasuk dugaan oplosan BBM. Sikap tertutup hanya akan semakin memperburuk persepsi publik dan menambah spekulasi terkait akuntabilitas perusahaan dalam mengelola sumber daya negara.
Dalam situasi seperti ini, keterbukaan dan transparansi seharusnya menjadi prioritas, bukan justru membatasi akses informasi. Jika tidak segera ditangani dengan serius, kasus-kasus seperti ini bisa berdampak lebih luas, baik terhadap kepercayaan masyarakat maupun stabilitas ekonomi nasional. (Andi)