Kinerja Keuangan Pemprov Lampung Tembus Rp 2,2 Triliun

Di tengah dinamika fiskal nasional dan tantangan pengelolaan anggaran di daerah, Pemerintah Provinsi Lampung menunjukkan performa yang layak diapresiasi. Hingga 10 Mei 2025, realisasi pendapatan daerah telah menembus angka Rp2,2 triliun—setara 30,23% dari total target pendapatan tahun anggaran berjalan. Ini bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari perencanaan yang matang dan manajemen fiskal yang terukur.
Apa yang menarik dari capaian ini adalah keberanian Pemerintah Provinsi Lampung untuk melihat realisasi anggaran secara holistik. Tak hanya mengandalkan data dari kas umum daerah (RKUD), tetapi juga memperhitungkan sumber-sumber dana yang selama ini kerap berada di luar radar pengelolaan langsung pemerintah daerah, seperti Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan dana Badan Layanan Umum Daerah (BLUD), yang nilainya mencapai lebih dari Rp350 miliar.
Meskipun secara administratif realisasi Dana BOS masih dalam tahap pengesahan sebagaimana diatur dalam Permendagri tentang pengelolaan Dana BOSP per semester, namun secara faktual dana ini sudah bergulir di lapangan. Aktivitas penerimaan dan belanja di satuan pendidikan serta BLUD menunjukkan bahwa dana tersebut telah difungsikan sesuai peruntukannya. Dalam logika tata kelola yang progresif, pendekatan seperti ini menempatkan realisasi anggaran tidak hanya sebagai dokumen administratif, melainkan sebagai wujud nyata dari pelayanan publik.
Jika seluruh komponen data ini berhasil terlaporkan secara resmi ke Kementerian Dalam Negeri, maka posisi Provinsi Lampung dalam peta nasional pengelolaan APBD akan melampaui rata-rata capaian nasional. Ini bukan sekadar prestasi teknokratis, tetapi menjadi indikator efektivitas dalam manajemen kebijakan publik di tingkat daerah.
Salah satu indikator paling penting dari efisiensi fiskal adalah tingkat pengendapan dana. Dalam kasus Lampung, angka ini nyaris nol—kurang dari 0,03% dana yang mengendap di kas daerah per hari. Artinya, hampir seluruh penerimaan segera dialokasikan untuk belanja secara optimal dan tepat waktu. Tidak ada pembiaran dana menganggur, dan ini menjadi bukti konkret bahwa roda pemerintahan daerah berjalan dalam ritme pelayanan yang aktif.
Pemerintah Provinsi Lampung juga tidak menutup-nutupi kinerja ini. Transparansi dan akuntabilitas menjadi prinsip dasar yang dipegang. Laporan lengkap realisasi anggaran akan disampaikan dalam rapat koordinasi mendatang, membuka ruang partisipasi dan pengawasan dari berbagai pihak, termasuk publik.
Dalam konteks tata kelola pemerintahan yang sering kali dikritik karena inefisiensi dan ketertutupan, langkah Lampung ini layak menjadi bahan refleksi sekaligus referensi. Bahwa dengan sistem yang tertata, kemauan politik yang kuat, serta keberanian mengambil pendekatan yang menyeluruh, pengelolaan keuangan daerah bisa menjadi instrumen utama dalam mempercepat pelayanan dan kesejahteraan masyarakat.