Tumpulnya Penyelesaian Konflik Agraria Membunuh Rakyat
Oleh Iwan Nurdin
Lubang peluru menembus dada petani Masyarakat Adat Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah.
Dari pokok sawit yang telah tinggi kita melihat mayat rakyat yang ditembaki digotong oleh rekannya. Kemudian ditaruh bersama korban lainnya.
Rakyat menuntut inti plasma yang dijanjikan untuk segera direalissikan. Sungguh bedebah, karena dari pokok sawit yang tinggi itu menandakan bahwa tuntutan tersebut telah puluhan tahun tidak dipenuhi.
Kemanakah biasanya realisasi plasma itu berjalan? Kalaupun ada bisanya kebun plasma mengalir menjadi kebun para pejabat eksekutif, legislatif, pejabat pertanahan, pejabat perkebunan, aparat penegak hukum, security, sampai tak bersisa semeterpun.
Itulah sebabnya ketika rakyat menuntut tak ada yang membela. Sebab sudah dijarah habis oleh pejabat.
Padahal kebun plasma dibangun di atas tanah masyarakat. Dalih perusahaan sudah dibagikan.
Kadang, tanah kebun plasma yang diambil melalui tanah rakyat itu justru lokasi tumbuh HGU. Sementara rakyat yang menyerahkan tanah diberi kebun plasma yang jauh, tidak subur. Supaya tidak ada untungnya, jauh merawatnya dan cepat dijual kembali kepada perusahaan. Sembari menuduh orang lokal pemalas.
Pengetahuan sederhana semacam ini tak juga dipahami. Tak mau diselesaikan. Hingga peluru kembali menembus dada rakyat yang terhina karena tiada kemerdekaan di kampungnya sendiri. Menyaksikan perusahaan panen di atas tanahnya berpuluh tahun dengan bebas.
Iwan Nurdin, Direktur Lokataru Indonesia