Pasca Dijebloskan ke Rutan, Tim Kuasa Hukum Kadis Perkim Buka Suara
Kota Metro– Tim Kuasa Hukum Kepala Dinas Perumahan & Kawasan Permukiman (Perkim) Metro Farida akhirnya buka suara pasca klienya dijebloskan ke rumah tahanan (Rutan) Lapas Kelas II A Metro.
Hal itu menyusul dilimpahkan berkas tahap II ke Kejaksaan Negeri Metro oleh penyidik Polres Metro atas dugaan tipu gelap jual beli bangunan rumah & tanah, pada Rabu, (24/01/2024).
Menurut Tim Kuasa Hukum Farida, Eni
Mardiantari didampingi Hanafi Sampurna mengatakan bahwa, perkara yang menimpa kliennya merupakan perkara perdata, namun dipaksakan menjadi pidana.
“Kami sangat menyayangkan bentuk pemaksaan perkara ini, dari perkara perdata menjadi perkara pidana,” ujar Hanafi saat konferensi pers di Cafe Viral, Kamis, (25/01/2024) siang
Hanafi menceritakan, bahwa perkara tersebut berawal dari peristiwa jual beli tanah waris milik Farida dari almarhum suaminya kepada Alizar alias Jinggo.
Dalam proses jual beli tersebut, kata dia, terjadi kesepakatan atas tanah dan bangunan senilai Rp400 juta. Proses pembelian tanah tersebut pun disaksikan oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) dan notaris.
“Jadi jual beli antara Bu Farida kepada Alizar dilakukan dan dituangkan dalam akta jual beli di depan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Di mana Akta tersebut ditandatangani langsung oleh Farida dan Alizar tanpa berwakil,” ungkapnya.
“Jadi langsung mereka sendiri yang datang untuk menandatangani Akta jual beli di depan PPAT, secara sadar dan bebas tanpa paksaan,” sambungnya lagi.
Menurutnya, proses jual beli tanah tersebut dilakukan Farida kepada Alizar berdasarkan informasi dari keponakan Alizar bernama Arma.
“Jadi perlu diketahui bahwa Ibu Farida tidak mengenal secara khusus kepada Bapak Alizar. Namun ia mengenal dari keponakannya Alizar bernama Arma,” ujarnya lagi.
Ia mengungkapkan bahwa dalam proses tersebut tidak niat dari kliennya untuk melakukan penipuan. Ia hanya berniat untuk menjual tanah dan bangunan miliknya.
“Tidak ada niat sedikit pun dari Ibu Farida untuk menipu orang lain dalam hal ini pihak pelapor yakni Alizar atau Jinggo. Karena dia hanya niatnya menjual rumah yakni dua lantai, lantai I dan lantai 2 senilai Rp400 juta,” jelasnya.
Tanah tersebut, kata dia, merupakan tanah warisan dari almarhum suaminya.
“Sebagai seorang istri Ibu Farida tidak pernah mengetahui dan tidak terlibat jual beli tanah, oleh almarhum suaminya dengan pihak pengembang PT. Prasanti Griya Nirmala pada tahun 1995,” katanya.
Menurutnya, sejak dijual kepada Alizar, rumah beserta tanahnya telah diserahkan dan dikuasai oleh Alizar.
“Bahkan menurut pengakuan Alizar rumah tersebut juga telah direnovasi. Sehingga alangkah janggalnya jika Jinggo pada 27 Oktober 2020 membuat laporan dugaan tindak pidana penipuan dan penggelapan di Polsek Metro Pusat dengan terlapor Ibu Farida,” jelasnya.
Terlebih saat ini, lanjutnya, terlapor juga sudah ditetapkan menjadi tersangka dan sudah dilimpahkan di Pengadilan Negeri.
“Bahwa terkait adanya peristiwa tersebut, status yang dipaksakan kepada Bu Farida menjadi tersangka adalah bentuk kriminalisasi,” ujarnya.
Tidak hanya itu, terkait beredarnya berita penangkapan kliennya pihaknya juga sangat menyayangkan dan mengecam pihak Polsek Metro Pusat. Karena penangkapan tersebut tidak perlu dilakukan.
“Kami menduga bahwa penangkapan Ibu Farida di Kantor Dinas Permukiman Kota Metro merupakan upaya pembunuhan karakter terhadap Ibu Farida. Ibu Farida ini usianya sudah cukup tua, sudah menjelang pensiun, pejabat aktif sebagai Kepala Dinas,” lanjutnya.
Terlebih selama proses penyelidikan dan penyidikan ia mengakui bahwa kliennya selalu kooperatif. Kliennya juga tidak pernah mangkir atau tidak pernah tidak hadir dalam setiap panggilan di kepolisian.
“Sehingga kami menilai penangkapan Ibu Farida sangat berlebihan dan sangat mencari sensasional,” ucapnya.
“Atas dilakukannya penangkapan itu seolah-olah Ibu Farida itu adalah penjahat besar, yang akan melarikan diri, yang akan mengulangi tindak pidananya dan itu juga tidak sesuai dengan aturan untuk penangkapan dan penahanan yang diatur dalam KUHPidana,” tegasnya lagi.
Tidak hanya itu alasan subyektif dan obyektifnya, kata dia, sebenarnya tidak terpenuhi. Terlebih selama ini klinennya sangat kooperatif.
“Alamatnya jelas, pekerjaannya jelas bahkan dia pejabat aktif. Seharusnya tidak ada penangkapan, kecuali dia mau kabur. Gimana mau kabur dia masih pejabat aktif. Usianya sudah juga termasuk sepuh bahkan menjelang pensiun, rumah jelas memang besarnya di Kota Metro,” katanya lagi.
Ia juga menyayangkan peristiwa penangkapannya tersebut dan menjadi viral dalam media pemberitaan.
“Sehingga karakter Bu Farida sudah dihancurkan. Seolah-olah Bu Farida ini residifis, penjahat kelas kakap yang harus segera ditangkap di kantornya saat dia bekerja,” cetusnya lagi.
Tidak hanya itu, tambah dia, proses penahanan hingga pelimpahan ke Kejaksaan Negeri hingga Pengadilan Negeri juga sangat cepat.
“Sehingga kami dari Tim Kuasa Hukum tidak ada lagi waktu untuk melakukan gugatan pra peradilan terhadap penangkapan ataupun penahanan tersebut,” bebernya.
Bahkan dalam waktu satu hari dilakukan penangkapan. Kemudian, besoknya langsung dilimpahkan di Kejaksaan Negeri (Kejari), Kejari pun langsung melimpahkan ke Pengadilan Negeri.
“Jadi dari Tim Kuasa Hukum tidak lagi kesempatan upaya untuk menguji atas tindakan berlebihan dari Polsek Metro Pusat. Sehingga kita menduga ini adalah bagian atau desain pembunuhan karakter terhadap Bu Farida,” tuturnya. (Rahmat)