Teror Kepala Babi ke Jurnalis Tempo Ancaman Serius Kebebasan Pers

FAJARSUMATERA – Dunia jurnalistik Indonesia kembali dikejutkan oleh aksi teror terhadap jurnalis. Kantor redaksi Tempo menerima kiriman kepala babi dalam sebuah kotak kardus berlapis styrofoam pada Rabu, 19 Maret 2025. Paket tersebut ditujukan kepada FCR, jurnalis dan host siniar Bocor Alus Politik Tempo.
Menurut laporan, paket diterima oleh satuan pengamanan Tempo pada pukul 16.15 WIB. FCR baru membuka kardus tersebut keesokan harinya, Kamis, 20 Maret 2025, pukul 15.00 WIB, menjelang rekaman siniar. Saat dibuka, tercium bau busuk menyengat, dan di dalamnya ditemukan kepala babi dalam bungkusan plastik dengan kedua telinga yang telah terpotong.
Aksi ini menuai kecaman luas, termasuk dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, yang menilai insiden ini sebagai bentuk intimidasi serius terhadap jurnalis perempuan dan ancaman terhadap kebebasan pers. Lebih dari sekadar serangan simbolik, peristiwa ini juga dianggap sebagai upaya untuk menghalangi kerja jurnalistik yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, di mana penghalangan terhadap kegiatan jurnalistik bisa berujung pada hukuman penjara dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
Tak hanya ditujukan kepada Tempo, aksi teror ini juga mencerminkan ancaman terhadap kepentingan publik dalam memperoleh berita yang berkualitas. Fenomena ini dianggap sebagai upaya untuk membungkam pers yang berfungsi sebagai kontrol sosial terhadap kekuasaan.
Mengingat tingginya tingkat ancaman terhadap keselamatan korban dan kebebasan pers, AJI Jakarta dan LBH Pers menyampaikan beberapa tuntutan:
- Mendesak kepolisian untuk segera mengusut dan mengadili dalang di balik aksi intimidasi terhadap FCR serta menangkap pelaku dengan jeratan hukum yang sesuai.
- Mendesak aparat penegak hukum untuk menerapkan Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40 Tahun 1999 guna memastikan bahwa tindakan penghalangan kerja jurnalistik ini mendapatkan sanksi yang tegas.
- Meminta Dewan Pers menerjunkan Satgas Anti-Kekerasan terhadap Jurnalis guna memastikan kepolisian menangani kasus ini dengan serius, serta memantau kasus-kasus kekerasan terhadap jurnalis lainnya yang belum terselesaikan.
- Menegaskan bahwa jurnalis memiliki peran krusial dalam menjaga demokrasi melalui kerja-kerja jurnalistiknya. Segala bentuk intimidasi terhadap pers bukan hanya melanggar hak jurnalis atas keamanan, tetapi juga melanggar hak publik atas informasi yang bebas dan independen.
Kasus ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap jurnalis yang belum terselesaikan. Aparat hukum diharapkan segera bertindak guna menghentikan praktik impunitas dan memberikan perlindungan kepada jurnalis agar tetap bisa menjalankan tugasnya tanpa ancaman.