PPRL Serukan Aksi May Day 2025 sebagai Perlawanan atas Krisis Demokrasi dan Ancaman PHK Masal

FAJARSUMATERA – Peringatan Hari Buruh Sedunia atau May Day tahun ini di Lampung menjadi panggung konsolidasi besar-besaran bagi gerakan rakyat. Di tengah situasi nasional yang semakin mengkhawatirkan—ditandai dengan krisis multidimensi, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK), serta menyusutnya ruang demokrasi—Pusat Perjuangan Rakyat Lampung (PPRL) tampil sebagai poros yang menyuarakan keresahan dan tuntutan rakyat.
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang baru berjalan setengah tahun, harapan akan kebijakan pro-rakyat tampaknya masih sebatas janji. Program Asta Cita tentang penyediaan lapangan kerja berkualitas justru dibenturkan dengan realitas pahit: industri padat karya kolaps, sektor ekstraktif terguncang, dan media serta tenaga pendidik tak luput dari badai PHK. Data yang dihimpun PPRL menyebutkan lebih dari 250.000 buruh kehilangan pekerjaan sepanjang 2024, dan 18.000 lainnya dirumahkan hanya dalam dua bulan pertama tahun ini.
Di sisi lain, pemerintah justru mempercepat pembahasan RUU TNI yang dinilai berpotensi mengancam supremasi sipil dan menghidupkan kembali militerisme dalam ruang-ruang sipil. PPRL menilai ini sebagai bentuk regresi demokrasi yang diperparah oleh maraknya kriminalisasi aktivis, intimidasi terhadap pers, serta pembungkaman suara-suara kritis.
Tak hanya soal buruh, PPRL juga menyoroti keberlanjutan proyek strategis nasional (PSN) seperti Food Estate, IKN, dan pertambangan nikel yang dianggap mengancam ruang hidup masyarakat adat, merusak lingkungan, serta memperuncing konflik agraria. Ketimpangan semakin tampak dengan abainya negara terhadap kaum perempuan—yang menurut catatan PPRL, menjadi korban utama dari PHK, kekerasan seksual, dan marginalisasi dalam berbagai lini kehidupan.
“May Day bukan sekadar seremoni yang dikemas pemerintah dengan parade dan seremonial elite buruh,” tegas Joko selaku Narahubung PPRL dalam pernyataannya. Joko pun menegaskan bahwa May Day adalah hari perlawanan dan seruan untuk perubahan struktural.
Dalam pernyataan sikapnya, PPRL menegaskan tujuh poin kunci: mewujudkan upah layak nasional, menghapus sistem kontrak dan outsourcing, mencabut UU TNI dan menolak RUU Polri, menolak PHK sepihak, menolak omnibus law, mendorong perlindungan sosial transformatif, dan mendesak pelaksanaan reforma agraria sejati.
Momentum ini dirayakan sebagai bentuk konsolidasi kekuatan rakyat—bukan hanya buruh, tapi juga petani, perempuan, mahasiswa, pekerja media, dan masyarakat miskin kota. PPRL menekankan pentingnya ruang aman dan partisipatif, di mana keluarga dan masyarakat luas bisa terlibat dalam perayaan sekaligus perjuangan.
Organisasi yang bergabung dalam PPRL mencerminkan keragaman basis gerakan rakyat di Lampung—dari serikat buruh seperti FPSBI-KSN, FSBMM, dan KASBI, hingga kelompok petani, jurnalis, aktivis hukum, dan mahasiswa.
Hari Buruh 2025 di Lampung bukan hanya peringatan, tetapi sebuah pengingat kolektif: bahwa negara tak boleh abai, bahwa demokrasi harus dipertahankan, dan bahwa rakyat bersatu adalah kekuatan paling sejati dalam sejarah perjuangan bangsa. (rls)