Akademisi Budiono Jadi Saksi Ahli Perkara Dugaan Pelanggaran Pidana Pemilu Mantan Komisoner KPU Metro Periode 2019-2024
METRO– Laporan Forum Advokat Peduli Demokrasi Indonesia (FORKADI) terkait dugaan pelanggaran pidana pemilu terhadap lima Mantan Komisioner KPU Metro ditindaklanjuti oleh Sentra Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) Kota Metro. Penyidik Gakkumdu memanggil para saksi untuk diperiksa soal pelaporan tersebut.
Kedua, saksi diperiksa diruangan yang terpisah. Para saksi ini diperiksa penyidik Gakkumdu yang terdiri dari Bawaslu, Polres Metro dan Kejaksaan Negeri Metro, pada Senin, 02 Desember 2024.
Salah satu saksi yang dihadirkan FORKADI yakni pakar hukum dari Universitas Lampung Dr.Budiono, SH.,MH, Budiono mengaku diberikan puluhan pertanyaan yang sangat tajam menurutnya, terkait atas laporan dugaan Pelanggaran Pidana Pemilu KPU Metro Demisioner yang telah membatalkan salah satu calon Walikota Metro Wahdi Siradjuddin.
“Hari ini saya memenuhi panggilan diminta Gakkumdu Metro sebagai saksi. Dan didalam itu ada beberapa pertanyaan mengenai peristiwa yang terjadi di Pilkada Kota Metro. Tadi saya sudah paparkan terkait dengan adanya unsur pidana pemilu yang dilakukan oleh Mantan Komisioner tersebut,” ujar Budiono.
Menurutnya, PKPU nomor 17 tahun 2024 pasal 15 ayat 3 yang berbunyi : Dalam hal sejak ditetapkannya sebagai pasangan calon sampai dengan 30 (tiga puluh) hari sebelum hari pemungutan suara terdapat salah satu calon dari pasangan calon yang berhalangan tetap atau ditetapkan sebagai terpidana KPU Provinsi dan/atau KPU Kabupaten/kota membatalkan salah satu calon tersebut dengan keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
“Dalam PKPU itu jelas berbunyi apabila terdapat salah satu calon dari pasangan calon yang berhalangan tetap atau ditetapkan sebagai terpidana. Maka KPU bisa membatalkan salah satu calon tersebut, jadi bukan membatalkan sepasang sekaligus seperti yang dilakukan oleh Mantan KPU Metro kemarin, Keputusan KPU kemarin itu tak memiliki dasar hukum yang jelas,” ungkapnya.
Lebih lanjut Budiono menjelaskan, selama pilkada di Kota Metro telah terjadi kontroversi tentang keputusan pembatalan yang dilakukan oleh lima Komisioner KPU Metro periode 2019-2024 dengan mengeluarkan SK 421.
“KPU Metro telah mengoreksi keputusan dengan mengeluarkan SK 427. Sehingga sebelumnya telah menghilangkan hak pilihnya pak Wahdi Sirajuddin. Sementara itu pak Qomaru sudah final di Mahkamah Agung. Akan tetapi, pak Wahdi tetap menjadi calon sementara di waktu itu yang dibatalkan sebagai pasangan calon,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Budiono menjelaskan bahwa, PKPU nomor 17 tahun 2024 pasal 15 ayat 3 tersebut disampaikan untuk memperkuat adanya tindak pelanggaran pidana pemilu Pasal 180 ayat 2 dan Pasal 193A ayat 2.
“Dalam pasal 180 ayat 2 ditegaskan, Setiap orang yang karena jabatannya dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menghilangkan hak seseorang menjadi Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati, dan Walikota/Wakil Walikota atau meloloskan calon dan/atau pasangan calon yang tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 45, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 96 (sembilan puluh enam) bulan dan denda paling sedikit Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam juta rupiah) dan paling banyak Rp 96.000.000,00 (sembilan puluh enam juta rupiah),” paparnya.
Kemudian, dalam Pasal 193A ayat 2 juga ditegaskan, Ketua dan/atau anggota KPU Kabupaten/Kota yang melanggar kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 144 (seratus empat puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp144.000.000,00 (seratus empat puluh empat juta rupiah)
“Jadi Pasal yang disangkakan itu pasal 180 ayat 2 dan pasal 193A ayat 2 itu ancamannya cukup berat, minimal hukuman penjara paling singkat 3 tahun dan paling banyak 12 tahun penjara,” tandasnya. (Rahmat)