Loper Koran Juga Manusia
“Jadi kita sebagai wartawan kalau profesi kita dihina, diinjak-injak, wajib kita untuk pertahanan bahwa kita tidak seperti yang dia sebutkan. Jangan jadi wartawan kalau tidak bisa menjaga marwah pers, jadi loper saja,”
Kalimat ini saya dapatkan dari penggalan link berita dengan judul: Kalau tidak bisa jaga Marwah Wartawan, Jadi Loper Koran Saja. Berikut saya lampirkan link berita yang saya penggal pada pembuka paragraf tulisan ini.
https://gemasamudra.com/hengki-jazuli-kalau-tidak-bisa-jaga-marwah-wartawan-jadi-loper-koran-saja/
Pemberitaan pada link tersebut diatas merupakan tanggapan atas peristiwa Laporan yang dilakukan oleh sekelompok wartawan ke kepolisian terhadap Ketua Apdesi Pringsewu.
Sementara, laporan ke kepolisian yang dilakukan oleh beberapa organisasi profesi wartawan tersebut dilatarbelakangi ada anggapan unsur penghinaan profesi wartawan yang dilakukan oleh Abidin Ayub selaku Ketua Apdesi Pringsewu.
Tapi kenapa harus membandingkan Wartawan dengan Loper Koran? Apa salah Loper Koran sehingganya harus dibandingkan. Apakah marwah seorang Wartawan lebih mulia dari seorang Loper Koran? Penyamyi cilik Farel aja sudah mengingatkan kita lewat lagu Ojo dibandingke.
Bukankah Allah sudah mengingatkan kita dalam Surat Al Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Tentunya tujuan ayat ini adalah agar manusia saling mengenal sehingga bisa memberi manfaat pada sesama, jangan sampai manusia merasa bangga atau lebih tinggi daripada yang lain karena bangsa atau suku tertentu. Warna kulit atau kondisi bawaan lain juga tidak menjadikan derajat satu manusia beda dengan yang lain.
Loper Koran dalah nama seseorang yang pekerjaannya ialah mengantar koran atau surat kabar ke rumah pelanggan. Di Amerika Serikat seorang loper koran yang disebut paperboy biasa digambarnya di film dan televisi sebagai remaja lelaki dan sering kali memakai sepeda. Kata “loper koran” diambil dari bahasa Belanda krantenloper.
Begitu penjelasan soal Loper Koran ketika kita dapati di laman wikipedia. Loper koran hadir kali pertama di New York, Amerika Serikat, pada 1833. Bruce J. Evensen dalam Journalism and the American Experience mencatat kerja loper koran tak lepas dari ide Benjamin Day, seorang penerbit surat kabar murah (penny press) bernama New York Sun.
Sebelum sampai ke tangan pembaca, koran harus melewati beberapa proses: penerbit, agen, semiagen, pengecer, pembaca. Dari rangkaian mata rantai itu, tentu saja pengecer dan loper koran sangat berperan besar sampainya sebuah media cetak ke tangan pembaca.
Di Indonesia, keberadaan loper koran tak terdeteksi secara pasti sejak kapan mulai eksis. Akan tetapi, pada 1920-an profesi pengantar koran dari rumah ke rumah sudah ada.
Loper koran berbeda dengan pengecer koran—meski kedua profesi ini serupa, menjajakan koran ke pelanggan. Seorang loper koran mendapatkan imbalan dari perusahaan media yang koran atau majalahnya dia antarkan ke pelanggan. Sementara pengecer koran, mendapatkan imbalan dari seberapa banyak dia mampu menjual koran atau majalah dari agen atau pedagang.
Beralihnya orang-orang membaca media cetak, terutama generasi muda sangat besar mempemgaruhi aktivitas sampai pada penghasilan seorang loper koran.
Banyak juga kisah sukses loper koran, sebut saja Atmaji, sempat menjadi loper koran, dirinya mampu mengharumkan nama bangsa setelah meraih medali emas cabang olahraga Para Angkat Berat Ia memilih jalan menjadi atlet agar bisa mengharumkan nama Indonesia. Di cabang olahraga Para Angkat Berat di kelas 97 kg.
Seiring perkembangan zaman, faktor paling besar yang mempengaruhi omzet penjualan koran adalah kedatangan teknologi digital, dan terutama telepon pintar. Teknologi itu telah menyebabkan jumlah koran menyusut drastis yqng akhirnya berdampak kepada loper koran itu sendiri.
Kini loper koran berhadapan dengan persoalan baru: revolusi industri 4.0. Revolusi ini mengubah arah bisnis media dari cetak ke bentuk digital. Dan itu bakal mempengaruhi masa depan pekerjaan loper koran. Apakah mereka akan bertahan atau remuk digilas Revolusi Industri 4.0.