Bawaslu: Kasus Poltik Uang di Tuba Tidak TSM
FAJARSUMATERA – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Tulangbawang Tegaskan jika kasus Dugaan Money Politik tidak Tidak mempengaruhi hasil Pilkada, atau menganulir penetapan kemenangan Paslon Bupati dan Wakil Bupati Tulangbawang Qudrotul-Hamkam.
Penegasan tersebut disampaikan langsung oleh Ketua Bawaslu, Inda Fiska.M, kepada fajarsumatera.co.id diruang kerjanya Senin 09/12,saat menjawab perkembangan hasil pemeriksaan penyelidikan terhadap empat laporan yang dilaporkan warga kepada Bawaslu yang sempat memicu terjadinya konflik antara pendukung salah satu paslon dengan pihak Bawaslu.
Menurut Inda Fiska selama berjalanya Pilkada serentak 2024 Bawaslu telah menerima empat laporan terkait adanya dugaan money politik menjelang pelaksanaan Pilkada yang diduga melibatkan salah satu paslon yakni pasangan Qudrotul-Hamkam.
Dalam dugaan kasus money politik yang dilaporkan masyarakat beberapa waktu lalu bawaslu bersama Gukkumdu telah melakukan pemeriksaan dan penyelidikan terhadap pelapor maupun terlapor,serta pemeriksaan saksi-saksi.
“Dari empat kasus,dua kasus diantaranya yakni kecamatan Gedung Meneng dan penawar tama telah ditingkatkan oleh Gukkumdu ketahap penyidikan karena ditemukan bukti kuat memenuhi unsur Pidana,sementara dua kasus lainya tidak bisa dilanjutkan karena Terlapor kabur,” terangnya.
Dijelaskan Inda Fiska, Meskipun ada dua kasus dugaan money politik yang telah diselidiki ke tahap penyidikan oleh Gukkumdu,tetapi hasil penyelidikan menunjukkan bahwa kedua kasus tersebut tidak memenuhi unsur Terstruktur, Sistematis, dan Masif (TSM) yang diperlukan untuk mempengaruhi hasil Pilkada.
“Artinya tidak ada unsur TSM,jadi saya pastikan sama sekali tidak mempengaruhi hasil Pilkada serentak tahun 2024, bupati dan wakil bupati tulangbawang,” tegasnya.
Sebab kata Inda, kendati money politik, dapat berdampak pasangan bisa di diskualifikasi tetapi harus memenuhi unsur TSM,seperti Terstruktur, artinya Pihak yang terlibat dalam pelaksanaan money politik harus memiliki perintah langsung dari pasangan calon (Paslon) atau penyelenggara pemilu,Pemerintah atau lembaga pengawas.
Namun lanjutnya dalam kasus ini, tidak ditemukan bukti yang mengarah pada adanya perintah dari Paslon atau lembaga penyelenggara pemilu, serta terlapor tidak terdaftar sebagai tim sukses,atau tim pemenangan paslon.
“Hanya ditemukan unsur pidana maka dua kasus naik ketahap penyidikan sesuai pasal 187.A Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada tindak pidana pemilihan kepala daerah,pemberi maupun penerima jika terbukti melakukan perbuatan melawan hukum pada pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan,paling lama 72 bulan, denda paling sedikit 200 Juta paling besar 1 milyar,” pungkasnya.
Mengutip pasal 187.A Undang-undang Nomor 10 tahun 2016 tentang Pilkada tindak pidana pemilihan kepala daerah.
Pasal (1) disebutkan setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia, baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi pemilih agar tidak mengunakan hak pilih atau mempengaruhi pemilih agar mengunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga menjadikan suara tidak sah, memilih calon tertentu, atau tidak memilih calon tertentu sebagai dimaksud pada pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 bulan,paling lama 72 bulan, denda paling sedikit 200 Juta paling besar 1 milyar.
Pasal (2) Pidana yang sama diterapkan kepada pemilih yang sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menerima pemberian atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat 1. (Mummy)