Bawaslu OKI Imbau ASN dan Perangkat Desa Mundur Jika ikut Pileg
FAJARSUMATERA – Menghadapi tahun politik di tahun 2024 mendatang dimana pada tanggal 14 Februari 2024 akan diadakan pemilihan legislatif (Caleg) dan juga Pemilihan Presiden dan wakil presiden dan di November tahun 2024 akan diadakan Pemilukada Gubernur/wagub dan Pemilu Bupati/Walikota.
Untuk itu Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kab OKI, Ihsan Hamidi menghimbau kepada seluruh stakeholder terutama lapisan masyarakat agar berpartisipasi dalam mensukseskan pemilu dan berperan serta dalam menjaga situasi dan kondisi di pemilu di tahun 2024 agar bisa aman dan kondusif.
Untuk itu mulai dari Perangkat Desa/kelurahan, ASN maupun pejabat dipemerintahan lainnya agar bisa netral dan independen.
Bukan hanya perangkat desa/kelurahan dan ASN saja yang harus netral, termasuk RT/RW, PKK, Karang Taruna, PPT dan LKM harus Netral sebagaimana hal tersebut diatur dalam pasal 6 ayat (1) Permendagri nomor 18 tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) dan Lembaga Adat Desa (LAD), dan didalam pasal 8 ayat (5) Permendagri nomor 18 tahun 2018 tentang LKD dan LAD disebutkan bahwa “Pengurus LKD dilarang merangkap jabatan pada LKD lainnya dan dilarang menjadi anggota partai politik, jelasnya.
“Semuanya harus netral dan independen, tidak terkecuali
Ketua RT termasuk perangkat desa yang mendapatkan fasilitas pemerintah. Sehingga jika ada RT atau perangkat desa lainnya yang menjadi Calon Legislatif (CALEG) seharusnya mengundurkan diri dari jabatannya untuk menghindari conflik of interest. Di UU 7 Tahun 2017 pasal 280 ayat 2 yang berbunyi: pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan: (h) kepala desa, (i) perangkat desa, (j) anggota badan permusyawaratan desa.
“Jangankan sebagai caleg untuk ikut serta kampanye saja tidak diperbolehkan,” tegasnya.
Perangkat Desa/kelurahan maupun ASN Harus Netral dalam Pemilihan Umum baik Pileg, Pilpres dan Pilkada, Mengapa ? Sebab, Aparatur Sipil Negara (ASN) dan perangkat desa/kelurahan yang tidak netral akan mengganggu stabilitas pemerintahan dan menghambat tercapainya target-target kinerja pemerintah, tandasnya.
Lebih lanjut Ketua Bawaslu OKI menegaskan, beberapa peraturan yang mengatur mengenai sanksi pidana bagi ASN atau PNS yang melanggar pertaturan Pemilu seperti yang tercantum pada pasal 15 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 42 Tahun 2004 “terhadap pelanggaran berbagai jenis larangan kepada PNS dikenakan sanksi moral. Selanjutnya PNS yang melakukan pelanggaran kode etik selain dikenakan sanksi moral, dapat dikenakan tindakan administratif sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Tindakan administratif dapat berupa sanksi hukuman disiplin ringan maupun hukuman disiplin berat sesuai dengan pertimbangan Tim Pemeriksa.
Selain itu di PP 94 Tahun 2021 yang juga mengatur terkait Disiplin ASN, ujarnya, Minggu (14/05/2023).
Kalau untuk kepala desa atau perangkat desa, sanksi sebagaimana UU nomor 7 tahun 2017 seperti yang tercantum pada Pasal 490 “Setiap kepala desa atau sebutan lain yang dengan sengaja membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu dalam masa Kampanye, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)”.
Pasal 494 “Setiap aparatur sipil negara, anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepala desa, perangkat desa, dan/ atau anggota badan permusyawaratan desa yang melanggar larangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (3) dipidana dengan pidana kurungan paling lama I (satu) tahun dan denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).
3. Dalam UU No. 10 Tahun 2016 jo. UU No. 1 Tahun 2015”.
Pasal 71 ayat (5) “Dalam hal Gubernur atau Wakil Gubernur, Bupati atau Wakil Bupati, dan Walikota atau Wakil Walikota selaku petahana melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), petahana tersebut dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota”.
Pasal 188 “Setiap pejabat negara, pejabat Aparatur Sipil Negara, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah)”.
Pasal 189, “Calon Gubernur, Calon Bupati, dan Calon Walikota yang dengan sengaja melibatkan pejabat badan usaha milik negara, pejabat badan usaha milik daerah, Aparatur Sipil Negara, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, anggota Tentara Nasional Indonesia, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah serta perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) bulan atau paling lama 6 (enam) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.600.000,00 (enam ratus ribu rupiah) atau paling banyak Rp.6.000.000,00 (enam juta rupiah)”.
Dalam pemilihan kepala daerah, kepala desa dan perangkat desa dapat dikenai sanksi pidanan bila terbukti melakukan pelanggaran dengan melakukan keputusan seperti kegiatan-kegiatan serta program di desa dan juga melakukan perbuatan atau tindakan yang mengarah keberpihakan kepada salah satu pasangan calon atau calon kepala daerah yang terindikasi merugikan calon lain misalnya ikut serta dalam kegiatan kampanye. Demikian juga, Calon kepala daerah yang melibatkan kepala desa dan perangkat desa dapat dikenai sanksi pidana sebagai calon kepala daerah, ungkapnya.
(Aliaman)